Preman Berhijab
Deskripsikan tentang gue satu kata, pasti banyak jawabannya preman atau laki atau ya sejenisnya, dengan akhir kesimpulan mengunakan hijab tidak ada pantasnya buat gue.
Tapi akhirnya, gue tetap memilih menutupi kepala gue, menyimpan rambut indah yang gue nobatkan menjadi bagian terbaik dalam diri gue dengan kain jilbab.
Kenapa?
Sebenarnya, ya gue si preman, si yang sering disebut laki-laki padahal perempuan manis nan tulen ini, sudah punya target untuk mengenakan hijab, paling cepat setelah urusan sekolah gue selesai, setelah gelar "dr" menempel di depan nama gue, kalau paling lama setelah gue menikah.
Waktu itu bertepatan dengan bulan puasa. Namanya juga bulannya pahala dilipat-gandakan, gue juga gak mau kalah untuk berlomba-lomba melipat-gandakan pahala. Makin sering ibadah, makin kuat keinginan gue untuk mengenakan hijab, tapi prinip mengenakan jilbab setelah lulus dokter masih 80% kuat. Godaan setan, memang!
Suatu hari, teman baik gue, bilang di grup chat, tanpa ada maksud menyindir gue, dan memang sedang membicarakan topik ini, dia bilang,"ngapain sih kita lakuin yang sunah, kalau yang wajib belum dilakuin, berjilbab misalnya. kayak kita disuruh bayar uang, yang kita bukan kewajiban kita, kan males"
DENG! Aing seperti ditampar rasanya.
Suatu hari lagi, menjelang bulan Ramadhan selesai, gue membaca sebuah tulisan, "karena aku ingin menyelamatkan ayahku dari api neraka". Sebagai seorang anak aku tak mau di akherat nanti ayahku diminya pertanggungjawabannya hanya karena keegoisanku yang hanya mementingkan duniawi. Aku tak ingin ada penyesalan suatu hari nanti, karena itu selagi ada umur, selagi ayahku masih ada dan sehat, aku ingin memberinya sebua jamknan yang dijanjikan Allah SWT yaitu surga" (sumber: http://berawancom.blogspot.co.id/2014/05/sadarlah-nak-selamatkan-ayah-mu-dengan.html)
DENG! Kali ini rasanya seperti ditampar pake wajan bekas goreng tempe mendoan buat cemilan buka puasa. Kebayang gak, gue cuma jajan di Indomart beli Nu Milk Tea (Nu Milk Tea is a must thing ya), tapi ayah gue malah mendekat ke pintu neraka :(
Berpikir...
Berpikir...
Berpikir...
Akhirnya keyakinan itu datang, membesar dan semakin mantap. Dan, akhirnya gue resmi mengenakan hijab di bulan Syawal.
Beberapa ada yang bilang kalau gue pakai jilbab, karena permintaan pacar gue. NO! Mas pacar sama sekali gak pernah komentar atau bilang apapun, bahkan dia orang yang terakhir lihat gue mengenakan hijab, dengan respon cengo dan melongo, baru sejam sadar dan dibilang cantik. *BASI!* Jadi pacar gue bukan salah satu yang maksa gue untuk mengenakan hijab.
Apa sih susahnya berhijab?
Buat gue adalah ribet. Berhubung gue suka segala seseatunya cepat dan taktis, urusan mengenakan jilbab keluar rumah ini luamayan menganggu. Gue juga kurang suka keluar rumah pakai bergo atau kerudung instan, atau apa itu namanya, minimal mengenakan jilbab seribu umat; jilbab paris. Masalahnya, jilbab paris adalah tipikal jilbab yang harus disetrika sebelum digunakan karena mudah lecek, Jadi yaa, mau gak mau, ribet sendiri harus setrika jilbab sebelum pergi.
Belum lagi mengenakan hijab buat sepedahan dan pas mbolang. Ini sih yang PR banget. Pakai jilbab paris, simpel, pakainya cepat tapi mudah lecek. Pakai pashmina, gak mudah lecek, tapi pakainya ribet. Ya kan... Seperti dua mata pisau.
Pertama kali mbolang mengunakan hijab. lokasi: Selasar Sunaryo Art and Space, mBandung. |
Tapi makin kesini, makin tahu "sela"-nya. Dicari triknya, banyak cari sumber supaya bisa nyaman dan gak ribet buat berpergian. Gue pribadi akhirnya mengumpulkan satu persatu, pelan-pelan, dikit-dikit menjadi bukit jilbab khusus untuk travelling, yang bahannya enak, pemakaiannya ga ribet dan tetap bisa tampil ketje. Dan bisa survive naik gunung dengan hijab! *proud*
Semoga seterusnya sih, bisa makin lebih baik lagi berhijabnya, dan caranya berpakaian. AMIN.
Kalau ada yang bilang ke kalian, kalian dapat hidayah karena mengenakan hijab, maka berbanggalah! Hidayah turun tidak kesembarang orang, dan kalian adalah salah satu yang beruntung.
:)))
0 komentar