Perkara "Kapan Nikah?"

By 11/24/2015

"kapan nikah?"

"sudah punya calon?"

"kok gak dibawa pacarnya?"

"kapan nikah?"

"pacaran terus, ga nikah-nikah sih!"


Pertanyaan seperti itu pasti sering banget dilontarkan, diumpan-balikan *tsailah*, diajukan, dan semua istilah lainnya yang ditujukan untuk semua orang diusia 20-an, usia kedua yang sedang dalam fase lucu-lucunya setelah usia balita. Ya kan?

Gue pun sendiri rasanya gemes ditanya itu, rasanya selalu pengen gue jawab ketus, "kalau gue nikah, memangnya situ mau apa? mau joget-joget Y*S di nikahannya saya" atau jawaban sarkasme sarkasme lainnya yang kenyataannya, kata-kata demikian rupa tidak keluar dari mulut gue dan berakhir dengan jawaban sok bijak ala ibu peri "doain aja" diikuti mesem-mesem kecut. 

(((DOAIN AJA)))

*pun gue kurang yakin jikalau yang bertanya sungguh-sungguh mendoakan gue untuk cepat menikah*


Kenapa sih terus kalau usia seperti gue, usia yang lagi lucu-lucunya belum menikah?

Memangnya kalau gue menikah cepat, putaran bumi akan menjadi lebih cepat, atau kalau gue belum menikah maka bintang enggan berpijar. Kan gak! Atau dengan menikah, minimal biaya kesehatan lebih ringan karena ditanggung oleh perusahaan suami. Ya kan gak juga? Kalau gitu gue nikah aja sama Dirut BPKS yang katanya berobat kesehatan gratis. *ya! curhat lagi*



Gue sempat membaca sebuah tulisan dari seorang blogger yang dulu hingga kini masih tetap hitz di Twitter, disalah satu postingannya, dia menulis, mungkin menikah jangan dijadikan tujuan hidup, tapi nikah itu jadi fase hidup. And I couldn't agree anymore. Yup! Gue setuju. Nikah itu fase hidup, bukan tujuan hidup. Artinya begini, kalau menikah adalah tujuan gue, artinya gue harus nikah, di tahun yang sudah gue tetapkan, sedang kalau nikah gue jadikan fase hidup, artinya, gue tidak perlu ngoyo, sambil terus perbaiki diri dan berserah pada Tuhan YME, gue yakin, segala niat baik, semesta, langit, malaikat dan seisi antariksa ini akan berkonspirasi bersama.


Gue tentunya ingin pula mempunyai ritme hidup normal, tentunya ingin menyempurnakan ibadah yang Tuhan berikan petunjuk-Nya. Gue--dan (mungkin) semua teman yang dalam usia lucu tahap 2.0, bukan sengaja mengundur hal-hal baik, tentunya bukan. Tapi ketahuilah, gue--dan semua teman yang dalam usia lucu tahap 2.0, punya beberapa alasan untuk belum mengikuti jejak lainnya yang sudah pernah jalan menuju pelaminan.

Beberapa alasan yang orang lain mungkin tidak tahu betapa beratnya masalah yang dihadapi, seberapa gamangnya pilihannya yang disodorkan kepada kita, atau masalah lain yang harus dipikirkan baik dan seksama. Beberapa alasan yang membuat kita belum ada pada fase "menikah" dan beberapa lagi lainnya. Kadang Tuhan mencintai umatNya dengan cara lain, bukan? Dengan memberi masalah, menyodorkan pilihan sulit, sesulit memilih Cha time rasa milk tea atau green tea, atau menunda keinginan kita. Lalu dari proses-proses itu kita diajarkan banyak-banyak sabar, banyak berpasrah tapi selalu berusaha, kemudian menganti waktu yang lebih baik.

Gue sendiri bukan salah satu seseorang yang menunda menikah karena acapkali mendengar selentingan komentar mengenai pernikahan adalah sebuah hal yang rumit dan susah, melebihi rumitnya soal matematika, tidak bebas, dan lain sebagainya.

Gue pernah juga sepengin itu untuk menikah usia muda, mengikuti keinginan kedua orang tua gue dan mengabulkan harapannya, tapi Tuhan dalam skenario terkerennya yang pemeran utamanya adalah gue sendiri, belum mengizinkan. Gue pasrah dan percaya "His best timing". Seperti kutipan tulisan blogger tersebut, gue akhirnya menjadikan nikah adalah sebuah fase hidup. Fase dimana gue bukan lagi tentang hanya gue, tapi tentang gue dan pasangan gue. Fase dimana gue akan menjadi sangat ikhlas kalau beberapa tujuan hidup gue harus dicoret dari list, karena mengalah untuk keluarga kecil gue yang baru nantinya. Sebuah fase hidup, yang didalamnya, penuh kesabaran, pikiran matang dan proses pendewasaan, walau gaya dan tampang tetap usia 17-an :))


Jadi, nikah itu bukan sebuah perkara sekedar pertanyaan. Jangan anggap seseorang yang kemana-mana masih sendiri, atau yang di jari manisnya belum terlingkar cincin (kecuali mereka pecinta akik, mungkin sepuluh jarinya sudah terlingkar cincin) *dikepruk akik-ers*, atau yang belum menerbitkan buku sendiri (dibaca: buku nikah) atau gue yang pulangnya masih kerumah yang berbeda sama pacar gue, adalah hal yang aneh. Hal janggal, karena ritme hidupnya berbeda dengan kebanyakan yang lain. Jangan.

Bahwa gue--dan semua teman yang dalam usia lucu tahap 2.0, sedang menunggu Tuhan memberi waktu yang paling baik untuk beribadah kepada-Nya dalam bentuk sebuah pernikahan. What's meant to be will always finds a way! Entah jalannya lewat saluran udara, gorong-gorong, jalur Pantura atau yang lainnya, tapi gue yakin seyakinnya, kalau itu benar adanya.


source: www.allposters.com

Mungkin ada baiknya, ketika ditanya kapan menikah, jawabannya: di hari Tuhan sudah membulatkan tanggal pernikahan. X'))))

Goodmornight!


You Might Also Like

0 komentar